Banyak sekali orang yang memiliki harta kekayaan yang berlimpah, tetapi berperilaku bakhil, kikir, dan hanya mementingkan diri sendiri. Mereka tidak pernah peduli terhadap penderitaan, kesusahan, dan kesulitan orang lain. Dengan berperilaku seperti itu, mereka menganggap akan menjadi lebih baik, lebih menyejahterakan, dan lebih membahagiakan dirinya.
Sikap dan pandangan hidup seperti ini secara tajam dikritik oleh Allah SWT dalam firman-Nya pada Surat Al-Imran ayat 180. Ayat tersebut berbunyi, ”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah SWT berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Dengan ayat tersebut, Allah SWT juga mengingatkan kita bahwa sikap kikir dan hanya mementingkan diri sendiri itu pasti akan banyak membawa kerusakan. Bukan hanya tatanan kehidupan pribadi dan keluarga yang dirusak. Perilaku tersebut juga merusak masyarakat dan bangsa di dunia ini apalagi di akhirat nanti. Hal ini jelas sangat berbeda secara diametral dengan pandangan orang-orang pragmatis, materialis, dan egois.
Kebahagiaan yang hakiki dan sejati justru akan dapat diraih manakala kita mampu memberikan sesuatu yang kita miliki kepada orang lain yang membutuhkan. Fakir miskin, anak yatim, dan orang-orang yang menderita lainnya, yang kini jumlahnya semakin banyak, adalah kalangan yang banyak memerlukan kepedulian manusia-manusia yang senang berbagi.
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Tabrani dari Abi Darda dikemukakan bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat, ”Inginkah kalian mendapatkan ketenangan batin dan kebahagiaan yang hakiki serta terpenuhi segala kebutuhan hidup? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah makanan dari sebagian makananmu.” Dalam hadis sahih lainnya dikemukakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, ”Sesungguhnya kalian akan diberi pertolongan dan akan diberikan rezeki oleh Allah SWT, manakala kalian mau menolong, membantu, dan memberi kepada orang-orang yang lemah dan menderita dalam kehidupan.”
Ibadah shaum di bulan Ramadhan yang kini sedang kita jalani memiliki banyak tujuan. Salah satu tujuan utamanya adalah menumbuhkan sikap kepedulian sosial dan keberpihakan kepada kaum dhuafa. Tujuan itu bisa dicapai dengan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan mereka sekaligus melatih diri untuk berbagi dan memberi dari apa yang kita miliki. Sikap seperti ini ternyata ujung dan akhirnya akan memberikan kebahagiaan yang sejati bagi kita semuanya. Pantaslah dalam perspektif pandangan ajaran Islam bahwa tangan di atas (memberi) jauh lebih baik daripada tangan di bawah (hanya mau menerima).
(KH Didin Hafidhuddin )
IWII admin Tanggal Posting 29 Maret 2008
Publikasi : 09-12-2005 @ 18:06
Sikap dan pandangan hidup seperti ini secara tajam dikritik oleh Allah SWT dalam firman-Nya pada Surat Al-Imran ayat 180. Ayat tersebut berbunyi, ”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah SWT berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Dengan ayat tersebut, Allah SWT juga mengingatkan kita bahwa sikap kikir dan hanya mementingkan diri sendiri itu pasti akan banyak membawa kerusakan. Bukan hanya tatanan kehidupan pribadi dan keluarga yang dirusak. Perilaku tersebut juga merusak masyarakat dan bangsa di dunia ini apalagi di akhirat nanti. Hal ini jelas sangat berbeda secara diametral dengan pandangan orang-orang pragmatis, materialis, dan egois.
Kebahagiaan yang hakiki dan sejati justru akan dapat diraih manakala kita mampu memberikan sesuatu yang kita miliki kepada orang lain yang membutuhkan. Fakir miskin, anak yatim, dan orang-orang yang menderita lainnya, yang kini jumlahnya semakin banyak, adalah kalangan yang banyak memerlukan kepedulian manusia-manusia yang senang berbagi.
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Tabrani dari Abi Darda dikemukakan bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat, ”Inginkah kalian mendapatkan ketenangan batin dan kebahagiaan yang hakiki serta terpenuhi segala kebutuhan hidup? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah makanan dari sebagian makananmu.” Dalam hadis sahih lainnya dikemukakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, ”Sesungguhnya kalian akan diberi pertolongan dan akan diberikan rezeki oleh Allah SWT, manakala kalian mau menolong, membantu, dan memberi kepada orang-orang yang lemah dan menderita dalam kehidupan.”
Ibadah shaum di bulan Ramadhan yang kini sedang kita jalani memiliki banyak tujuan. Salah satu tujuan utamanya adalah menumbuhkan sikap kepedulian sosial dan keberpihakan kepada kaum dhuafa. Tujuan itu bisa dicapai dengan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan mereka sekaligus melatih diri untuk berbagi dan memberi dari apa yang kita miliki. Sikap seperti ini ternyata ujung dan akhirnya akan memberikan kebahagiaan yang sejati bagi kita semuanya. Pantaslah dalam perspektif pandangan ajaran Islam bahwa tangan di atas (memberi) jauh lebih baik daripada tangan di bawah (hanya mau menerima).
(KH Didin Hafidhuddin )
IWII admin Tanggal Posting 29 Maret 2008
Publikasi : 09-12-2005 @ 18:06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar